Salam blogger.
Pada posting blog ini saya peruntukan sebagai tugas Matematika dan Ilmu
Ilmiah Dasar. Dalam tugas ini saya menggunakan hasil penelitian jurnal
UGM, yang ditulis oleh Asmadi Alsa, Wahyu Widhiarso dan Yuli Fajar Susetyo
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. File (PDF)
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Popularitas
pembelajaran (student centered learning/SCL) SCL di
perguruan tinggi tidak serta merta bebas dari kritik
para ahli. O’Sullivan (2003) mengatakan
bahwa pada kondisi sekolah yang memiliki keterbatasan
akses dan sumber daya yang terbatas, SCL tidak dapat diterapkan
secara ekstrim. Lea, Stephenson, dan Troy
(2003) berdasarkan penelitiannya di University of Plymouth menemukan
bahwa SCL belum mahasiswa dengan baik masih oleh
mahasiswa meski sudah menjadi kebijakan di
institusi mereka. Mennin dkk. (1993) mempertanyakan
strategi pengukuran yang tepat untuk pembelajaran SCL
dan Estes (2004) mempermasalahkan posisi antara dosen dan mahasiswa yang
setara.
Di
sisi lain, kritik mengenai pembelajaran SCL
banyak yang mendasarkan pada karakteristik siswa.
Simon (1999) misalnya, ia melihat bahwa siswa adalah individu
yang unik dan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga
generalisasi penerapan SCL kepada semua siswa
merupakan sesuatu yang membahayakan. O’Neill dan McMahon
(2005) menemukan bahwa siswa yang telah terbiasa dengan pembelajaran TCL
akan menolak pendekatan pembelajaran dengan menggunakan SCL karena mereka
tertekan dengan situasi baru. Ketertekanan
tersebut dijelaskan oleh Perry (1970) terjadi
karena sebelumnya siswa memiliki konsep
dualistik jawaban ujian antara benar dan
salah kemudian mengubah konsepsinya bahwa semua
jawaban ujian adalah tepat.
Rumusan Masalah Penelitian
- Bagaimana
cara mengeksplorasi gaya dan tipe regulasi
belajar mahasiswa yang tepat
dengan pelaksanaan SCL?
- Apakah pendekatan dalam
pembelajaran yang khas dapat mewadahi gaya dan
tipe regulasi belajar mahasiswa?
- Apa akibat
jika penyelenggaraan pembelajaran kurang mewadahi
gaya dan tipe regulasi belajar siswa?
- Seberapa besar
peran SCL beserta varian‐variannya mewadahi gaya dan tipe regulasi belajar mahasiswa?
- Bagaimana jika ditemukan
adanya ketidaksesuaian antara karakteristik
mahasiswa dan penyelenggaraan pembelajaran?
- Bagaimana pengajar
dapat memodifikasi SCL yang dilaksanakannya.
Tujuan Penelitian
- Mengeksplorasi
gaya dan tipe regulasi belajar
mahasiswa yang tepat dengan pelaksanaan SCL.
- Mengetahui
karakteristik pendekatan dalam pembelajaran yang khas yang
memungkinkan belum mewadahi gaya dan
tipe regulasi belajar mahasiswa.
- Menunjukkan
akibat penyelenggaraan pembelajaran yang kurang
mewadahi gaya dan tipe regulasi belajar
siswa.
- Mengidentifikasi
seberapa besar SCL beserta varian‐variannya mewadahi gaya dan
tipe regulasi belajar mahasiswa.
- Mengantisipasi
jika ditemukan adanya ketidaksesuaian antara
karakteristik mahasiswa dalam proses penyelenggaraan
pembelajaran.
- Menjelaskan
kepada pengajar cara memodifikasi SCL yang
dilaksanakannya.
Kerangka Teori
Pembelajaran
berbasis SCL telah menjadi pendekatan baru
yang mulai banyak dilaksanakan di beberapa
perguruan tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan
pembelajaran berbasis SCL memberikan banyak manfaat, seperti peningkatan
keterampilan dalam belajar (study skills) dan
pemahaman (Lonka & Ahola, 1995) atau peningkatan partisipasi dan
motivasi (Hall & Saunders 1997). Survei kepada mahasiswa
mengenai prioritas antara penyelenggaraan pembelajaran
SCL dan TCL menunjukkan bahwa 94% mahasiswa lebih menyukai pembelajaran
berbasis SCL (Hall dan Saunders, 1997). Popularitas pembelajaran SCL di
perguruan tinggi tidak serta merta bebas dari kritik
para ahli. O’Sullivan (2003) mengatakan bahwa
pada kondisi sekolah yang memiliki keterbatasan akses dan sumber
daya yang terbatas, SCL tidak dapat
diterapkan
secara ekstrim. Lea, Stephenson, dan Troy
(2003).berdasarkan penelitiannya di University of Plymouth menemukan bahwa
SCL belum mahasiswa dengan baik masih oleh mahasiswa
meski sudah menjadi kebijakan di
institusi mereka. Mennin dkk. (1993)
mempertanyakan strategi pengukuran yang tepat untuk
pembelajaran SCL dan Estes (2004) mempermasalahkan posisi antara dosen dan
mahasiswa yang setara.
Di
sisi lain, kritik mengenai pembelajaran SCL
banyak yang mendasarkan pada karakteristik siswa.
Simon (1999) misalnya, ia melihat bahwa siswa adalah individu
yang unik dan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga
generalisasi penerapan SCL kepada semua siswa merupakan
sesuatu yang membahayakan. O’Neill dan McMahon (2005)
menemukan bahwa siswa yang telah terbiasa dengan pembelajaran TCL akan menolak
pendekatan pembelajaran dengan menggunakan SCL karena mereka tertekan
dengan situasi baru. Ketertekanan tersebut dijelaskan oleh Perry
(1970) terjadi karena sebelumnya siswa memiliki
konsep dualistik jawaban ujian antara benar
dan salah kemudian mengubah konsepsinya
bahwa semua jawaban ujian adalah tepat.
Setiap
individu memiliki perbedaan dalam memahami
dan memproses informasi yang diberikan kepadanya.
Perbedaan ini dinamakan dengan gaya belajar
yang diartikan sebagai preferensi siswa terhadap
proses atau aktivitas di dalam pembelajaran. Gaya
belajar menunjukkan cara seorang individu
dalam memproses informasi dengan tujuan mempelajari dan
menerapkannya. Vermunt (1992) menggunakan istilah
gaya belajar sebagai keseluruhan dari tiga
domain yaitu proses kognisi dan afeksi
terhadap materi, model belajar mental,
dan orientasi belajar. Orientasi belajar
diartikan sebagai keseluruhan domain yang memuat
tujuan, intensi, motif, harapan, sikap dan ketertarikan mengenai
individu terhadap proses belajar (Beaty, Dall’Alba, & Marton,
1997).
- Gaya
Belajar melalui Perspektif.
Beberapa
ahli membagi gaya belajar melalui perspektif
yang bervariasi sehingga didapatkan varian‐vaian pembagian gaya belajar. DePorter dan
Hernacki (1992) membagi gaya belajar individu berdasarkan jenis tampilan
informasi yang diberikan kepada siswa menjadi tiga
kategori, antara lain :
- Visual
yang menjelaskan individu lebih menyukai
memproses informasi melalui penglihatan.
- Auditori yang menyukai
informasi melalui pendengaran dan
- Kinestetik yang menyukai
informasi melalui gerakan, praktek atau sentuhan.
- Dimensi
Gaya Belajar
Dennis
(2003) membagi gaya belajar menjadi
beberapa dimensi yang
memiliki
bagian yang berbentuk dikotomi antara lain :
- Dimensi
input yang memuat dikotomi antara
input visual dan verbal. Input visual
menunjukkan aktivitas belajar lebih berorientasi pada gambar,
diagram dan demonstrasi sedangkan input visual beorientasi pada
suara, tulisan, kata‐kata
dan rumus.
- Dimensi
persepsi yang memuat dikotomi antara persepsi sensori dan
intuisi. Persepsi sensori berorientasi pada suara,
sensasi fisik, praktis dan metodologis,
sedangkan intuitif berorientasi pada memori, ide, insight,
teoritis dan akademis.
- Dimensi
organisasi yang menunujukkan bagaimana
individu mengorganisasikan informasi yang didapatkan. Dimensi
ini memuat dikotomi antara organisasi induksi dan
deduksi. Organisasi induksi lebih
mengarah pada tahap observasi fakta terlebih
dahulu kemudian dilanjutkan
dengan penyimpulan prinsip, sedangkan organisasi
deduksi mengarah pada tahap prinsip terlebih
dahulu kemudian dilanjutkan dengan praktek.
- Dimensi
pemrosesan yang menunjukkan bagaimana
individu memproses informasi yang terbagi
menjadi dua kutub, yaitu pemprosesan
aktif dan pemprosesan reflektif. Pemprosesan
aktif menunjukkan individu lebih cenderung
belajar dari pengalaman dan bekerja
sama dengan individu lainnya, sedangkan
pemprosesan reflektif menunjukkan orientasi
individu pada penalaran yang mendalam
mengenai informasi dan cenderung
bekerja secara individual.
- Dimensi
pemahaman yang menunjukkan bagaimana cara individu
memahami informasi. Dimensi ini membelah dua kutub antara kutub
sekuensi dan kutub global. Kutub sekuensi menunjukkan
pemahaman dilakukan secara bertahap dan lebih
banyak menekankan pada penyelesaian masalah tanpa
memahami secara keseluruhan. Kutub global
menunjukkan orientasi pemahaman lebih mengarah pada
sisi integral, mengorganisasikan, dan mensintesis.
- Gaya
Belajar
Kolb (2000) membagi gaya belajar menjadi empat gaya yaitu :
- Gaya
eksplorasi (diverging)Individu dengan gaya eksplorasi
menyukai melihat fenomena berdasarkan
yang majemuk. Biasanya individu dengan gaya
ini menyukai dalam kelompok, lebih
terbuka terhadap gagasan dan
menghargai balik meskipun bersifat personal.
- Gaya
asimilasi (assimilating)Individu dengan gaya asimilasi
senantiasa memahami permasalahan secara luas
kemudian disimpulkan. Mereka biasanya menyukai
teori yang dapat dirasionalisasi atau
dilogika daripada nilai‐nilai
praktis. Dalam beraktivitas,mereka menyukai
aktivitas seperti membaca, mengeksplorasi model‐model analitis, dan meluangkan banyak waktu
untuk berpikir secara mendalam.
- Gaya
pemusatan (converging) Individu dengan gaya ini
menyukai mencari sisi‐sisi
praktis dari teori atau gagasan. Mereka
puas ketika mereka dapat mengambil
keputusan dengan tepat dan menyelesaikan permasalahan
secara tuntas sehingga mereka lebih berminat pada tugas‐tugas teknis daripada
membicarakan mengenai isu‐isu yang
bersifat teoritis. Dalam belajar mereka menyukai
kegiatan belajar yang menggunakan eksperimen, demonstrasi,
simulasi dan praktikum.
- Gaya
akomodasi (accommodating) Individu dengan gaya ini
mengutamakan pada eksplorasi pengalaman‐pengalaman yang menantang. Dalam mengatasi
masalah, mereka belajar pada orang yang memiliki informasi dan
wawasan yang luas. Individu dengan tipe ini
menyukai menyelesaikan tugas bersama‐sama dengan orang lain
baik dalam merencanakan tujuan, menyelesaikan
tugas lapangan dan mencoba‐coba cara yang unik dan kreatif dalam
menyelesaikan tugas.
Berdasarkan kombinasi dari keempat gaya
belajar di atas, Kolb kemudian
membagi menjadi empat preferensi belajar yang diaplikasikan dalam
pengukuran
dengan menggunakan The Learning Style Inventory
(LSI) yang mengidentifikasi
empat kategori preferensi belajar yang
bersifat ipsatif antara lain, orientasi
konseptual, orientasi pengalaman, orientasi aksi
dan orientasi refleksi. Setiap
pernyataan yang di dalam inventori tersebut
mengacu pada empat pilihan
jawaban, antara lain (1) prerefensi rasional
(AC) (2) preferensi hubungan
interpersonal (CE), preferensi untuk latihan
(AE), dan (4) preferensi untuk
observasi (RO).
Ahli lain, Vermunt (1996), membedakan empat jenis gaya belajar, antara
lain
tidak diatur (undirected), pengaturan berdasar reproduksi (reproductiondirected),
pengaturan berdasar makna (meaningdirected), dan pengaturan berdasar
aplikasi
(applicationdirected learning). Vermetten dkk.,
(1999) menemukan bahwa
keempat katagori tersebut tidak mudah untuk
berubah dalam diri individu dan
perkembangannya dapat dikarenakan oleh karakteristik instruksi.
Metode
- Partisipan
Partisipan yang berpartisipasi dalam eksperimen
adalah mahasiswa yang
Fakultas Psikologi UGM semester I yang
berjumlah 115 orang. Pengambilan data dilakukan di kelas setelah mahasiswa mengikuti perkuliahan. Sebelum
melakukan pengukuran peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
kegiatan yang dilakukan. Data yang dianalisis didasarkan
pada mahasiswa yang menyetujui untuk mengisi lembar persetujuan partisipasi sebelum mereka mengikuti
jalannya eksperimen dengan mengisi instrumen yang dibagikan.
- Prosedur
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
survei kepada partisipan
penelitian. Variabel yang dilibatkan dalam
penelitian adalah gaya belajar, tingkat pembelajaran berbasis SCL sebagai variabel bebas dan efikasi diri terhadap
belajar berbasis regulasi diri serta efikasi diri
terhadap kesuksesan belajar sebagai variabel tergantung. Semua variabel diukur dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh peneliti. Pengambilan data
dilakukan serentak pada satu waktu karena perkuliahan pada mahasiswa baru berjalan secara paralel.
- Pengukuran
Pengukuran Gaya Belajar. Pengukuran gaya
belajar dilakukan dengan
menggunakan Kolb’s Learning Style Inventory
yang telah diterjemahkan oleh peneliti ke dalam Bahasa Indonesia. Instrumen ini berisi 12 butir pernyataan yang berbentuk pilihan ganda yang terdiri dari
dua alternatif respon. Instrumen ini mengukur empat jenis gaya belajar yaitu eksperimentasi aktif (active experimentation/AE), pengalaman konkrit (concrete
experience/CE), observasi reflektif (reflective observation/RO) dan
konseptual abstrak (abstract conceptual/AC). Pada butir satu hingga enam,
pilihan respon terdiri dari dua alternatif yaitu CE dan AC sedangkan
pada butir tujuh hingga dua belas,
pilihan respon terdiri dari dua alternatif yaitu AE dan RO. Adanya pilihan
yang dikotomi tersebut sesuai dengan teori gaya belajar dari Kolb (XXX) yang mengatakan
bahwa CE dan AC serta AE dan RO adalah
gaya belajar yang bersifat bipolar
sehingga
kedua jensi gaya belajar dipasangkan dalam satu kontinum. Penyekoran
dilakukan dengan cara menjumlahkan masing‐masing alternatif respon. Kombinasi dari keempat jenis gaya belajar tersebut kemudian
menjadi empat gaya belajar yaitu dimensi penemu (converger) yang merupakan penjumlahan skor jenis AC dan
AE, dimensi pembeda (diverger) penjumlahan skor
jenis CE dan RO,penyerap informasi (assimilator) penjumlahan skor jenis
AC dan RO serta akomodator (accommodator) penjumlahan skor jenis CE dan
AE. Studi yang dilakukan oleh Ruber dan Stoult (1990) menemukan
reliabilitas alpha skala LSI versi
Bahasa Inggris 0,73 sedangkan pada versi Bahasa Indonesia memiliki
reliabilitas sebesar
0.60. Pengukuran Efikasi terhadap Keberhasilan Belajar.
Pengukuran efikasi dilakukan dengan menggunakan skala selfefficacy for selfregulated
learning yang dikembangkan oleh Bandura (2001). Skala
ini merupakan sub‐skala dari skala efikasi diri Bandura (Bandura, 2001).
Meskipun Bandura's skala ini tidak dipublikasikan, sebuah studi pernah menguji properti psikometris
skala ini yang memuat pengujian validitas dan reliabilitasnya
(Rule & Grisemer, 1996). Hasil analisis menunjukkan bahwa skala ini memiliki
korelasi antar‐item yang tinggi. Koefisien reliabilitas pada 11 aitem menghasilkan menghasilkan nilai alfa
sebesar
0,81. Skala ini memuat 11 pernyataan
yang meminta peserta untuk melaporkan secara mandiri tingkat kepercayaan mereka dalam kemampuan untuk
melakukan regulasi pada pembelajaran tertentu. Hasil
pengujian reliabilitas skala ini pada versi Bahasa Indonesia menghasilkan reliabilitas
sebesar 0.74 dengan menggunakan sampel 108 mahasiswa.
Pengukuran Tingkat Pembelajaran SCL. Pengukuran tingkat
pembelajaran
SCL dilakukan dengan menggunakan suvei perkuliahan
yang dikembangkan oleh peneliti. Instrumen ini berbentuk checklist
mengenai ada tidaknya indikator kegiatan yang terkait pembelajaran berbasis
SCL diselenggarakan di perkuliahan di kelas. Skala ini memuat 10 aitem yang memuat indikator pembelajaran SCL
yang direspon oleh subjek berdasarkan dua
alternatif respon yaitu ‘ya’ dan
‘tidak’. Reliabilitas skala ini dengan menggunakan 100
mahasiswa menghasilkan reliabilitas sebesar 0,76.
- Analisis
Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan
korelasi parsial antara masing‐masing gaya belajar dengan efikasi
perkuliahan dengan menggunakan implementasi pembelajaran SCL sebagai kovariatnya. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan program bantu komputer SPSS versi 13.0
Hasil
Frekuensi gaya belajar pada mahasiswa yang
ditampilkan pada Tabel 1
menunjukkan bahwa gaya belajar mahasiswa
psikologi cenderung pada jenis pengalaman konkrit dan eksperimentasi aktif yang ditunjukkan dengan
prosentase mahasiswa yang memiliki gaya belajar ini cukup tinggi (74.6%
dan 60.2%). Pada dimensi gaya belajar mahasiswa lebih banyak
memilik jenis belajar akomodator yang ditunjukkan dengan presentase yang lebih tinggi dibanding dengan gaya belajar lainnya (48.3%). Tabel 1 juga menjelaskan bahwa semua gaya belajar
terisi oleh mahasiswa sehingga dapat dikatakan bahwa
gaya belajar mahasiswa cukup bervariasi.
Tabel 1.
Frekuensi Gaya Belajar pada Mahasiswa
Inventori Gaya Belajar ..........Frekuensi........... Persen
Jenis Gaya Belajar
Pengalaman konkrit (CE)............88.................... 74.6
Konseptual abstrak (AC).............30.................... 25.4
Eksperimentasi aktif (AE)............71.................... 60.2
Observasi reflektif (RO)...............47 ....................39.8
Dimensi Gaya Belajar
Penemu......................................14.....................11.9
Pembeda.....................................31.....................26.3
Penyerap....................................16......................13.6
Akomodator.................................57.....................48.3
Tabel 2.
Statistik Deskriptif Gaya
......................Rerata........Deviasi Std.
......Kemiringan..... Keruncingan
Efikasi terhadap pembelajaran ...42.45..............7.640...............‐.285.......‐.614
Implementasi SCL....................... 28.27..............3.268................280.............‐.515
Tabel 3.
Statistik Deskriptif Efikasi Kesuksesan Belajar ditinjau dari Gaya Belajar
Gaya Belajar.....................Gaya
Belajar......................Rerata.................. Deviasi Std.
Pengalaman konkrit...... Eksperimentasi aktif ..............43.65
.....................7.612
.......................................Observasi
reflektif...............40.97 ......................7.653
....................................................Total
.................... 42.70 .......................7.691
Konseptual abstrak.........Eksperimentasi aktif .............42.57 ......................7.187
......................................Observasi
reflektif.................40.94 .....................8.037
............................................... ......Total.....................41.70.......................7.566
Total................................. Eksperimentasi aktif............43.44
......................7.492
........................................Observasi reflektif...............40.96
.......................7.698
........................................................Total....................42.45
......................7.640
Statistik deskriptif implementasi pembelajaran SCL
secara terpisah yang
dikaitkan dengan gaya belajar dapat dilihat
pada Tabel 2 dan Tabel 3. Data‐data pada tabel menunjukkan nilai yang sama baik pada rerata maupun deviasi
standar.
Pembahasan
Penelitian ini menunjukkan bahwa gaya belajar
aktif mahasiswa mendukung keyakinannya untuk mampu mengatasi
tantangan dalam perkuliahan yang dihadapi dan keyakinan untuk mendapatkan
kesuksesan dalam belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa
pembelajaran berbasis SCL yang
mengeksplorasi keaktifan mahasiswa dapat berlangsung
dengan baik ketika mahasiswa memiliki gaya belajar
aktif yang ditunjukkan dengan upaya yang
untuk mengalami secara
aktif, belajar aktif dengan menggunakan eksperimentasi
dan belajar dengan cara bekerja sama dengan rekan
sejawat.
Pemilihan strategi dalam proses pembelajaran diharapkan mewadahi
minat
dan preferensi siswa dalam belajar karena
keberhasilan penyelenggaraan
pembelajaran sangat ditentukan oleh faktor tersebut. Siswa yang kurang
memiliki
minat terhadap proses pembelajaran akan memiliki motivasi yang minim
sehingga
keterlibatan siswa dalam pembelajaran juga
akan minim. Schiefele (1991)
memperlihatkan bahwa minat siswa dalam mata
pelajaran matematika
mempengaruhi keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran sedangkan Mayer dan Massa
(2003) menemukan bahwa preferensi belajar
siswa mempengaruhi kesuksesan belajar siswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak ditemui ketidaktepatan
antara
model pembelajaran yang dipakai oleh guru
dengan preferensi siswa dalam
belajar. Dennis (2003) misalnya, mengatakan
bahwa proses pembelajaran yang diselenggarakan
oleh guru pada berbagai pendekatan seringkali
bersifat intuitif, verbal, deduktif, sekuensial, cenderung
berorientasi pada satu model antara antara pasif atau reflektif, sedangkan
siswa lebih banyak yang berorientasi pada sensing, visual, induktif,
sekuensial dan menyukai keseimbangan antara
model aktif dan reflektif. Pada beberapa
perguruan tinggi, pembelajaran SCL merupakan
sebuah kebijakan formal yang diterapkan
pada semua atau sebagian besar mata
kuliah yang ditawarkan kepada mahasiswa. Pada
tataran tertentu mahasiswa tidak memiliki
kesempatan untuk memilih perkuliahan yang
sesuai dengan tipe belajarnya karena kelas
tidak dibagi menjadi kelas yang
menerapkan pembelajaran SCL dan pembelajaran
TCL. Dalam hal ini siswa dituntut
untuk mampu beradaptasi dengan strategi pembelajaran yang ditawarkan
fakultas meski tidak mewadahi gaya belajarnya.
Penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan survei kepada responden
penelitian. Responden penelitian adalah sebagai
mahasiswa aktif Fakultas
Psikologi UGM. Gaya belajar diukur dengan
menggunakan The Learning Style
Inventory (LSI), The Learning Skills Profile
(LSP), Regulasi belajar mahasiswa
diukur dengan menggunakan Self Regulated
Strategy Development (SRSD)
sedangkan ketepatan karakteristik belajar mahasiswa
diukur dengan
menggunakan Skala Sikap terhadap Pembelajaran
Berbasis Mahasiswa (SCL).
Prestasi belajar mahasiswa dalam perkuliahan juga dilibatkan dalam
penelitian in
yang diukur melalui nilai (grade) yang
didapatkan mahasiswa pada akhir
perkuliahan.
Terminologi pembelajaran berpusat pada mahasiswa
(Student Centred
Learning/SCL) pada literatur merupakan kata
yang bersifat luas yang biasanya dikaitkan
dengan pembelajaran fleksibel (Mayer &
Massa, 2003), pembelajaran berbasis pengalaman
(Burnard, 1999), atau self directed
learning (O’Neiil dan McMahon, 2005).
Terminologi SCL sendiri diperkenalkan oleh
Hayward dan dipertegas penggunaannya dalam
menjelaskan proses pembelajaran oleh John Dewey
pada tahun 1956. Rogers (1983) menjelaskan bahwa SCL merupakan
hasil dari transisi perpindahan kekuatan dalam
proses pembelajaran, dari kekuatan guru
sebagai pakar menjadi kekuatan siswa
sebagai pembelajar. Perubahan ini terjadi
setelah banyak harapan untuk memodifikasi
atmosfer pembelajaran yang menyebabkan siswa menjadi
pasif, bosan dan resisten. Kember (1997)
mendeskripsikan bahwa SCL merupakan sebuah
kutub proses pembelajaran yang menekankan
siswa sebagai pembangun pengetahuan sedangkan
kutub yang lain adalah guru sebagai
agen yang memberikan pengetahuan. Harden dan
Crosby (2000) menjelaskan bahwa SCL
menekankan pada siswa sebagai pembelajar dan apa yang dilakukan
siswa untuk sukses dalam belajar dibanding dengan apa
yang dilakukan oleh guru. Pengertian
ini menunjukkan bahwa SCL menekankan pada apa yang dilakukan oleh
siswa. Gibbs (1995) menjelaskan bahwa SCL
merupakan sejumlah karakteristik antara lain
1) keaktifan pembelajar, 2) pengalaman
pembelajar, 3) proses dan kompetensi, 4)
negosisasi antara pembelajar dan pengajar.
Ditambahkan oleh Gibbs, bahwa kunci SCL
terletak pada apa yang dipelajari,
bagaimana dan kapan hal tersebut dipelajari
dengan keluaran tertentu, apa kriteria dan
standar yang digunakan, bagaimana penilaian diberikan
dan siapa yang memberikan penilaian
tersebut. Jika Gibbs menjelaskan karakteristik
SCL, Brandes dan Ginnis (1986)
menyajikan prinsip‐prinsip SCL yang memuat beberapa hal, antara
lain 1) siswa bertanggung jawab penuh
terhadap aktivitas belajarnya, 2) siswa
terlibat dan berpartisipasi aktif dalam proses
penyusunan pembelajaran, 3) hubungan antara satu
pembelajar dengan pembelajar lainnya adalah
seimbang untuk mendukung perkembangannya, 4)
guru lebih sebagai fasilitator dibanding
sebagai sumber ilmu, 5) pengalaman
pembelajar menentukan apa yang didapatkannya,
serta 6) pada akhir proses pembelajaran
siswa melihat dirinya berbeda dengan
sebelum mengikuti pembelajaran. Estes (2004)
menjelaskan bahwa SCL adalah proses
pembelajaran yang menekankan pada eksplorasi pengalaman siswa.
Dalam beberapa kasus guru dan siswa berkolaborasi secara
sejajar untuk berbagi pengetahuan. O’Neill
dan McMahon (2005) melihat terdapat dua
pendekatan proses pembelajaran kepada siswa,
dalam pandangan kognitif proses pembelajaran
dilihat sebagai aktivitas pembelajaran yang dihitung
berdasarkan aktivitas otak sedangkan
pendekatan konstruktivis lebih menekankan pada
aktivitas fisik seperti projek dan
praktek. Dari paparan literatur di atas
dapat disimpulkan bahwa SCL merupakan
konsep yang menjelaskan pilihan siswa secara
mandiri dalam proses pembelajaran,
keaktifan siswa dalam belajar dan pergeseran
peran guru dari pentransfer ilmu pengetahuan
menjadi peran sebagai fasilitator.
Penutup
Kesimpulan
Penelitian ini mengeksplorasi efikasi pembelajaran yang terdiri dari dua
unsur,
yaitu efikasi terhadap regulasi dalam belajar dan efikasi terhadap
kesuksesan
dalam belajar. Gaya belajar yang dipakai
adalah 4 gaya belajar dari indeks
gaya belajar (ILS) dan inventori gaya belajar (LSI). Hasil analisis
menunjukkan
bahwa gaya pembelajaran aktif berkorelasi secara
signifikan dengan efikasi
regulasi belajar dan dan kesuksesan dalam
belajar baik pada indeks gaya
belajardan inventori gaya belajar (LSI). Korelasi antara gaya belajar aktif
pada
ILS maupun LSI dengan efikasi regulasi belajar dengan mengendalikan
tingkat
implementasi SCL di kelas bergerak dari 0.160 (p<0.05) dan 0.180
(p<0.05)
sedangkan korelasi dengan efikasi kesuksesan belajar
ditunjukkan dengan
korelasi yang sama besarnya yaitu 0.238
(p<0,01). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa gaya belajar mahasiswa yang
cenderung berorientasi
pada gaya belajar aktif akan mendukung kesuksesan mahasiswa dalam belajar
pada kelas yang berbasis SCL