OLIVIA RESTY AMALLIA
16513783
3PA05
Terapi
kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang
telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di
Indonesia dalam Sitohang, 2011). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang
dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan
gangguan interpersonal (Yosep dalam Sitohang, 2011).
Terapi
Kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang
telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu
atau lebih dalam hal:
1. Kesadaran
dan pengertian diri sendiri.
2. Memperbaiki
hubungan interpersonal.
3. Perubahan
tingkah laku.
Dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa terapi kelompok adalah
suatu psikoterapi secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien
di mana pertemuan telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk
memfokuskan terhadap tujuan terapi.
Menurut
Yosep (dalam Sitohang, 2011) terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat:
1. Umum
- Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
- Membentuk sosialisa.
- Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
- Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.
2. Khusus
- Meningkatkan identitas diri.
- Menyalurkan emosi secara konstruktif.
- Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
- Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.
Tahapan
Terapi Kelompok
Kelompok
sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang. Kelompok
akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase pra-kelompok; fase awal
kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok (Stuart & Laraia,
2001 dalam Sihotang, 2011).
1. Fase
Prakelompok
Dimulai
dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota, kriteria anggota,
tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr. Wartono (dalam
Sihotang, 2011) jumlah anggota kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi
biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria
anggota yang me menuhi syarat untuk mengikuti terapi kelompok adalah sudah
punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak
terlalu berat (Yosep dalam Sihotang, 2011).
2. Fase
Awal Kelompok
Fase
ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peran baru.
Yalom (dalam Sihotang, 2011) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu
orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (dalam Sihotang, 2011) juga
membaginya dalam tiga fase, yaitu forming, storming, dan norming.
- Tahap orientasi Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
- Tahap konflik Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina dalam Sihotang, 2011).
- Tahap kohesif Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain (Keliat dalam Sihotang, 2011).
3. Fase
Kerja Kelompok
Pada
fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis
(Keliat dalam Sihotang, 2011). Pada akhir fase ini, anggota kelompok
menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri
dan kemandirian (Yosep dalam Sihotang, 2011).
4. Fase
Terminasi
Terminasi
yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan
secara individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat
sementara (temporal) atau akhir (Keliat dalam Sihotang, 2011).
Bentuk-bentuk
Terapi Kelompok
Terapi
kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian besar berasal dari jenis-jenis
terapi individual yaitu:
1. Kelompok
eksplorasi interpersonal
Tujuannya
adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui
umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan
didukung oleh kerena itu, utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling
umum dilakukan.
2. Kelompok
Bimbingan-Inspirasi
Kelompok
yang sangat terstruktur, kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya dan
memaksimalkan nilai diskusi di dalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya
mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih sering kali kerena mereka
mempunyai problem yang sama.
3. Terapi
Berorientasi Psikoanalitik
Suatu
tehnik kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi
tentang konflik yang disadari pasien dan memprosesnya
dari obserpasi interaksi antar anggota kelompok. Sebagian besar terapi kelompok
yang sukses tampaknya bergantung lebih pada pengalaman, sensitivitas,
kehangatan, dan kharisma pemimpin kelompok dari pada orientasi teori yang
dianut (Tomg dalam Ahmad, 2012).
Berbagai
masalah dalam kelompok untuk mengembangkan kepercayaan diri, sensitifitas, dan
keterampilan sosial. Terdapat penekanan pada hubungan timbal balik antar
anggota kelompok yang difasilitasi oleh ahli terapi. Terapi kelompok dapat
berlangsung terus menerus atau terbatas waktu (Hibbert dalam Ahmad, 2012).
Contoh
kasus 1
Anak
sekolah di Sekolah Dasar Negeri wilayah Kelurahan Depok (SDN Depok 3 dan SDN
Depok 4) dan Depok Jaya (SDN Depok Baru 4 dan SDN Depok Baru 07) Kota Depok
dengan jumlah sampel 116 orang murid kelas 4 dan 5 yang dipilih secarasimple
random sampling. Kriteria inklusi responden adalah : Anak usia sekolah (9
sampai 11tahun), bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi responden, anak
yang sudah melampaui masa perkambangan usia pra sekolah (dengan indikator usia
anak).
Sekolah
Dasar yang digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut: di Kelurahan
Depok Jaya adalah SDN Depok Baru 4 dan SDN Depok Baru 7 sebagai kelompok
intervensi 1, SDN Depok Baru 3 dan SDN Jaya 3 sebagai kelompok kontrol,
sedangkan di Kelurahan Depok adalah SDN Depok 3 dan SDN Depok 4 sebagai
kelompok intervensi 2. Waktu penelitian dimulai dari Bulan April 2011 sampai
Bulan Juni 2011. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari
empat kuesioner: kuesioner A (data demografi), kuesioner B (pengetahuan anak
usia sekolah tentang stimulasi anak usia sekolah), kuesioner C (kemampuan
psikomotor anak usia sekolah dalam melakukan stimulasi perkembangan), dan
kuesioner D (perkembangan industri anak usia sekolah). Analisis bivariat yang
digunakan adalah independent t-test, paired t-test, dan chi
square. Analisis multivariat menggunakan uji Anova dan regresi linier
ganda.
Hasil
Karakteristik
usia anak sekolah keseluruhan memiliki rata-rata usia 9,97 tahun dengan usia
termuda 9 tahun dan tertua 11 tahun. Jenis kelamin yang terbanyak adalah
laki-laki sejumlah 58 orang (74,4%). Pendidikan orang tua yang terbanyak adalah
pendidikan tinggi sejumlah 72 orang (78,1%). Orang tua yang bekerja sebanyak 69
orang (56,5%) dan jumlah saudara kandung yang terbanyak adalah lebih dari 3
orang sebanyak 65,4% dari keseluruhan responden.
Setelah
dilakukan TKT anak sekolah pada anak-orang tua (kelompok intervensi 1) dan
anak-guru (kelompok intervensi 2) didapatkan pengetahuan anak usia sekolah pada
kelompok intervensi 1 adalah 33,95 (97 %), kelompok intervensi 2 sebesar 32,87
(93,91%) dan kelompok kontrol sebesar 31,33 (89,51%) dengan nilai p-value <
0,05 yang dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna tindakan TKT pada
ketiga kelompok.
Kemampuan
psikomotor anak usia sekolah dalam menstimulasi perkembangannya adalah setara
pada ketiga kelompok setelah dilakukan TKT. Hasil yang didapat pada kelompok
intervensi 1 adalah 87,54 (72,95 %), kelompok intervensi 2 sebesar 94,55
(78,79%), sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 80,45 (67.04%) dengan nilai p-value
< 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat bermakna
peningkatan kemampuan psikomotor dalam menstimulasi perkembangan industri di
antara ketiga kelompok.
Hasil
penelitian TKT menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna antara perkembangan
industri anak sebelum dan setelah mendapatkan TKT anak sekolah pada kelompok
intervensi 1 sebesar 77,62 (77,62%), kelompok intervensi 2 83,61 (83,61%)
sehingga meningkat secara bermakna bila dibandingkan dengan kelompok yang tidak
mendapatkan TKT (Grafik 3). Karakteristik anak usia sekolah yang berkontribusi
terhadap pengetahuan, kemampuan psikomotor dan perkembangan usia industri anak
usia sekolah adalah usia. Pengaruh usia terhadap pengetahuan anak setelah
dikontrol oleh variabel lain adalah sebesar 28 % (intervensi 1) dan 27 %
(intervensi 2). Pengaruh usia anak terhadap kemampuan psikomotor anak adalah
sebesar 49% (intervensi 1) dan 45% (intervensi 2). Pengaruh usia terhadap
perkembangan industri anak setelah dikontrol variabel lain adalah sebesar 43%
(intervensi 1) dan 55% (intervensi 2).
Sumber :
Ahmad,
T. (2011, 06 20). Makalah Terapi Kelompok. Dipetik 05 20, 2014, dari
Katulumbu: http://katumbu.blogspot.com/2012/06/makalah-terapi-kelompok.html
Hapsah.,
Hamid, A., & Susanti, H. (2011). Peningkatan Generatvitas Melalui Terapi
Kelompok pada Perempuan Paruh Baya. Program Studi Magister Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Hidayati,
E. (2012). Pengaruh Terapi Kelompok Suportif terhadap Kemampuan Mengatasi
Perilaku Kekerasan Pada Klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino
Gondohutomo Kota Semarang. Seminar Hasil-Hasil Penelitian – LPPM UNIMUS .
Istiana,
D., Keliat, B. A., & Nuraini, T. (2011). Terapi Kelompok Terapeutik Anak
Usia Sekolah pada Anak-Orang Tua dan Anak-Guru Meningkatkan Perkembangan Mental
Anak Usia Sekolah. Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 , 94-100.
Sihotang,
L. (2011). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap
Kemampuan Mengontrol. Medan: USU: Tidak diterbitkan.
Suharto,
E. (2002). Pekerjaan Sosial di Dunia Industri. Bandung: Alfabeta.