Sebuah cerpen yang menjelaskan kegelisahan seorang gadis remaja SMA yang penasaran dengan sosok misterius. Sosok tersebut sering ia temui ketika perjalanan ia ke sekolah.
Selamat membaca :)
LAKI- LAKI DI PERSIMPANGAN(CERPEN)
Seberkas cahaya mentari menyisip dari
balik gorden bunga-bunga yang menutup jendela. Nella Paramitha masih asik
bergumul dengan selimut dan guling. Tak lama kemudian jam beker kepunyaanya
berdering, semakin mengganggu tidurnya. Setengah malas Nella pun bangun dan
duduk ditepi ranjang mengumpulkan setengah nyawanya yang masih dialam mimpi.
Setengah sadar diliriknya jam bekker yang berada dinakas sebelah tempat tidurnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 06:35, segera ia bergegas kekamar mandi.
Seperti biasa Nella setiap pagi selalu
diantar oleh ayahnya kesekolah. Sekolahnya yang lumayan jauh dari rumahnya,
angkutan umum yang kurang memadai, dan Nella yang tidak bisa mengemudikan
sepeda motor membuat sang ayah setia menjadi tukang ojek anakknya. Pancaran
sinar matahari yang terik mengiringi perputarnya roda sepeda motor yang dikendarai
ayah Nella, mereka berpaju melawan waktu. Disepanjang jalan Nella terlihat sangat
mengantuk bahkan hampir tertidur diatas motor. Untuk mengalihkan rasa kantuknya
Nella melihat kanan kiri situasi jalanan yang dilewatinya. Hilir mudik
kendaraan pekerja, anak sekolah, bis karyawan, angkutan umum plat hitam, dan
kesibukan pagi lainnya menjadi makanan hari-hari dalam perjalanannya kesekolah.
Apalagi saat ia melawati persimpangan dimana tiga ruas jalan bertemu, disini
arus lalu lintas mengalami konflik. Semua kendaraan tidak ada yang mau mengalah
semuanya ingin mempunyai hak terlebih dahulu untuk menggunakan persimpangan.
Terlebih lagi jika ada angkutan umum nakal yang menurunkan penumpangannya
dipinggir jalan. Suara klakson mengiang tidak ada habisnya menambah ruwet dan
semerawut keadaan.
Ditengah keramaian jalanan tepatnya
setelah persimpangan mata Nella tertuju pada sosok laki-laki dengan seragam
putih abu-abu yang berdiri didepan kios fotocopy. Nella mengamati jelas sosok
laki-laki itu. Perawakannya yang tinggi tegap, seragamnya yang mulai lusuh,
warna kulit yang keemasan karna pantulan sinar mentari dan wajahnya yang
tampan. Namun ada sesuatu yang menarik perhatian Nella. Wajah tampannya yang
pucat dan sepasang bola mata memandang kosong. Saat menatap matanya ada sesuatu
yang dirasakan Nella. Sesuatu hal yang susah dijelaskan sampai membua
jantungnya berdegup. Nella terus memandangi tanpa bosan sampai motor yang
dilaju ayahnya menjauh dan ia hanya bisa menerawang. Ada yang berbeda dalam
hati Nella setelah pandangan pertamanya. Ia pun senyam-senyum sendiri
disepanjang jalan sampai tidak terasa sudah berada digerbang sekolah. Setelah
berpamitan dengan ayahnya ia setengah belari menuju pekarangan sekolah karna
gerbang sudah setengah tertutup.
“Pagi-pagi senyam-senyum sendiri, udah
seperti orang kesambet lo Nel” seru Fikria teman sebangku Nella.
“Iya tau nih masuk kelas udah begini,
biasanya mesem-mesem tuh muka.” timpal Feby yang duduk persis dibelakang Nella.
Nellla tidak menjawab ia malah makin
senyam-senyum gak karuan bahkan kali ini ia mendongakkan kepalanya.
“Aduh kalian ini kenapa sih, gue ga
kenapa-kenapa kok.” Fikria menoyor kepala Nella. Nella pun meringgis
kesakitan.
“Lagian elo diam saja diajak ngomong.”
sahut Feby. “Emang elo lagi seneng kenapa? Hayoo pasti tadi habis mimpiin Pangeran
Rizel yah?” goba Feby sambil memincingkan matanya yang lucu.
“Masih pagi-pagi sudah ngomongin Rizel
bikin gue badmood saja.” dengus kesal Nella. “Tadi gue dijalan ketemu sama
cowok ganteng, asli ganteng banget. Tapi…” Tiba-tiba Nella tidak melanjutkan ucapannya.
“Tapi kenapa Nell?” Fikria mulai penasaran
dengan cerita Nella.
“Ada sesuatu yang aneh gitu, dan gue gak
tau apa itu. Saat gue tatap matanya kok tiba-tiba gue merasakan yang aneh” ujar
Nella. Fikria mengerutkan dahi bertanya-tanya.
“Alah lo yang norak baru ngelihat cowok
ganteng yakan?” celetuk Feby dengan santainya.
“Enak aja elo ngomong, ini tuh beda
tatap matanya kosong. Susah lah diungkapin dengan kata-kata.” bela Nella.
Obrolan mereka pun harus disudahi karna
Bu Wuryani guru matematika sudah memasuki kelas.
Hari ini disemua pelajaran Nella tampak
tidak konsentrasi. Pikirannya terus tertuju pada sosok laki-laki yang ia lihat
dipersimpangan tadi. Sepertinya fikirannya sudah terkontaminasi. Masih jelas
terlintas bayangan laki-laki tersebut. Tapi yang menjadi pertanyaan mengapa
bulu kuduknya merinding saat menatap bola matanya. Apa itu reaksi yang wajar
saat cinta pandangan pertama. Sepertinya ada sesuatu dibalik mata laki-laki
tersebut.
*****
Pagi ini Nella bangun lebih pagi.
Mungkin alasan ingin melihat sosok laki-laki kemarin sehingga ia lebih semangat
bangun pagi. Mama dan papanya kaget melihat anaknya sudah duduk
manis dimeja makan. Padahal ini masih pukul 06:00 pagi. Belum habis cangkir
kopi ayahnya, Nella susah memaksa untuk cepat berangkat sekolah.
Diperjalanan sebelum persimpangan detak
jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Ia sangat berharap pagi ini dapat
bertemu kembali dengan laki-laki itu. Persimpangan pun kini dilewati. Sosok
laki-laki kemarin masih tampak berdiri didepan kios fotocopy seperti kemarin.
Tidak ada perubahan semuanya sama. Seragam lusuhnya, wajah pucatnya malah kini
semakin terlihat pucat bahkan bibirnya sedikit memutih. Nella memandang lekat
laki-laki itu. Sorot mata keduanya kembali bertemu dan mengikat. Mata laki-laki
itu seakan mendorong mata Nella untuk semakin dalam masuk kedalam dunianya.
Pancaran mata tersebut seketika menghipnotis Nella. Rasa penasaran dalam diri
Nella semakin kuat menyelimuti batin dan fikirannya.
“Feb, Fik hari ini gue ketemu cowok itu
lagi, daan emang bener ada yang aneh dibalik tatapan dia.” Nella menghampiri
kedua temannya. Ia mengambil posisi duduk berhadapan dengan mereka. Pagi ini
sudah diawali dengan cerita perihal sosok cowok misterius itu. Teman-temannya
pun ikut penasaran dan antusias mendengar celoteh Nella.
“Gue jadi penasaran sama itu cowok, elo
tau gak nama dia siapa?” tanya Feby.
“Gue gak tau Feb.” jawab Nella ala kadarnya.
“Kalau sekolahnya elo tau?”Nella tidak menjawab ia hanya
menggeleng, Feby pun mengerti apa maksudnya.
“Kenapa gak elo tanya Nell, kenalan gitu
?” Fikria ikut menimbrungi.
“Dasar dodol masa iya gue nyuruh ayah
gue berhenti terus gue turun dan ngajak tuh cowok kenalan!” seru Nella kesal.
“Iya juga yah.” Setengah berfikir
“Bagaimana kalau elo foto cowok itu biar gue sama Feby tau.” Fikria melanjutkan
ide konyolnya. Nella menghembuskan nafas panjang kesal dengan ide bin ajaib
dari temannya ini. Fikria hari ini kelewat tulalit padahal diantara mereka
Fikria lah yang lebih pintar. Tapi disaat yang seperti ini ide-nya sangat
menjengkelkan. Melihat reaksi Nella, Fikria hanya menyengir memasang
wajah innocent-nya. Itu membuat Nella semakin geregetan dan Feby
hanya terkekeh melihat kedua temannya itu.
Sama seperti hari kemarin hari ini pun
otaknya dipenuhi oleh bayang-bayang laki-laki misterius tersebut. Semua
pelajaran hari ini hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri, tidak ada
satu pun yang nyangkut diotaknya. Nella semakin tidak karuan dengan apa yang
terjadi pada dirinya. Membuat ia gila dengan sosok asing yang ia-pun tidak
mengenalinya. Hanya dengan tatapan mata ia seperti terhipnotis. Apa ini cinta?
Nella jatuh cinta pandangan pertama. Jatuh cinta pada orang yang ia tidak tau
namanya. Sungguh aneh tapi itu yang dirasakan Nella.
*****
Entah apa yang membawanya kini ia persis
tepat di depan kios copocopy tersebut. Sosok laki-laki yang dilihatnya dua hari
berturut-turut kini hampir dekat denganya. Tatapan mata tanpa ekspresi hanya
beberapa langkah darinya. Entah dari mana angin serasa kencang berhembus
membuat bulu kuduknya merinding. Perlahan namun pasti Nella mendekati laki-laki
tersebut untuk menuntaskan rasa penasarannya. Nella sudah berada didepan
pemilik wajah pucat tersebut. Rasa canggung menyelimuti, untuk dapat menyapanya
saja ia bingung. “Hey sedang apa disini” suara Nella bergetar ia sendiri pun
tidak tahu apa yang membuatnya gemetar. Rasa grogi atau rasa takut. Lelaki
tersebut tidak membalas. Bibirnya yang memutih tetap diam tidak bergerak. Nella
semakin bingung keringat dingin pun meleleh didahinya. Tiba-tiba laki-laki
tersebut menggenggam tangan Nella. Rasa dingin menjulur diseluruh tubuh. Tanpa
bicara lelaki tersebut membawa Nella ke suatu tempat. Nella seperti terhipnotis
ia hanya mengikuti saja.
Lelaki tersebut membawa Nella ketempat
yang tidak jelas bahkan sulit digambarkan. Semuanya putih menyilaukan.
Tiba-tiba ia melihat sebuah motor ninja berwarna merah melaju sangat kencang.
Tidak lama dari arah berlawanan sebuah truk tronton melaju dengan kecepatan
sedang. Sangking kencangnya sang pengendara motor tidak melihat kalau ada
lubang besar didepannya. Untuk menghindari sang pengendara menge-rem mendadak
namun tubuhnya terpelanting ke aspal. Nella berteriak sekencang-kencangnya
“Awas ada truk…!!!” Truk tronton yang bermuatan banyak itu melindas tubuh sang
pengendara bermotor yang tidak berdaya. Nella seketika mati kutu ia seperti
melihat adegan tersebut nyata. Darah segar mengalir deras diaspal, tubuhnya
remuk seperti tak bertulang, seragam sekolah putih abu-abunya bersimbah darah,
potongan isi tubuhnya berantakan, namun kepala sang pengendara motor masih utuh
dan helm yang menempel dikepalanya terlepas. Begitu kaget hampir copot jantung
Nella setelah melihat wajah pengendara yang tidak bernyawa itu sama persis
seperti wajah lelaki yang ada disampingnya.
Nella sangat ketakutan mulutnya menganga
antara percaya atau tidak. Ia menatap lelaki disampingnya ketakutan, tubuhnya
gemetar hebat. Lelaki tersebut melukiskan senyum dibibir pucatnya. Tanpa
berkata apa-apa lelaki tersebut memberikan sebuah surat beramplop merah mudah.
Tanda tanya muncul dibenaknya untuk apa dan untuk siapa amplok tersebut. Namun
tiba-tiba lelaki tersebut menghilang melebur seperti debu.
“aaaahhhhaaaah”
“aaaaaaahhhhha”
“aaaahhhhhaaaa”
Nafasnya kian memburu degup jantungnya
seperti orang habis berlari maraton. Nella terbangun dari tidurnya. “Sial !
kenapa aku bermimpi seram seperti tadi. Laki-laki tersebut, kecelakaan,
berdarah. Aaaarrrgghhhh !” Nella mengurut-urut kepalanya. “Tidak habis fikir
kenapa aku harus mimpikan lelaki asing? Dan kenapa mimpinya aneh? Apa ada
sesuatu?” Kepalanya pusing, ia melirik jam bekker diatas nakas menunjukkan
pukul 02:45. Masih malam pikirnya ia pun melanjutkan tidurnya. Namun entah
kenapa matanya sulit terpejam. Bayangan-bayangan mimpi buruk tadi masih jelas
tergambar.
*****
Setelah ia terbangun dari mimpi buruknya
ia tidak dapat melanjutkan tidur sampai pagi begini. Kepalanya terasa berat,
matanya ngantuk sekali. Rasanya ia malas datang kesekolah. Namun rahasia
dibalik laki-laki dan mimpinya semalam membuat Nella niat berangkat sekolah. Ia
tidak sabar ingin melihat lelaki tersebut di persimpangan.
Perjalanan kesekolah menjadi sesuatu
yang ditungu-tunggu. Kali ini ia meminta kepada ayahnya untuk memperlambat laju
sepeda motor. Belum sampai di persimpangan degup jantungnya sudah lebih cepat
dan aliran darahnya pun berdesir lebih hebat dari biasanya. Dan akhirnya lelaki
pucat tersebut kembali bertengger didepan kios fotocopy. Ini sudah memasuki
hari ke tiga setelah dua hari lalu Nella melihatnya. Tapi kenapa tidak ada yang
berbeda. Seharusnya ia berganti seragam, bukankah setiap dua atau tiga hari
sekali tiap sekolah harus berganti seragam. Tidak ada perubahan semuanya sama.
Posisinya, seragamnya, sama seperti kemarin atau dua hari yang lalu. Nella
mengamati inci demi inci lelaki tersebut. Benar saja lelaki ini mirip sekali
dengan lelaki yang ada dimimpi buruknya. Seulas senyum mengembang diwajah
laki-laki tersebut. Sama, dan sangat persis dengan senyum laki-laki yang tadi
malam ada dimimpi buruknya. Lagi, dan lagi bulu kuduknya berdiri. “Kenapa
setiap aku melihatnya aku merasa merinding? Ada apa dengannya?” Nella bertanya
pada batin.
*****
“Kusut banget muka lo Nel? Kenapa?”
tanya Fikria.
“Gue tebak, pasti hari ini elo gak
ketemu cowok gantang dipersimpangan itu yah?” timpal Feby. Nella tidak menjawab
ia melanjutkan jalan kebangkunya.
“Eh ini orang ditanya malah meloyor
pergi?” Feby dan Fikria mengekor dibelakang Nella.
“Ini aneh, bener-bener aneh.” ucap Nella
membuat kedua dahi sahabatnya mengkerut bingung.
“Aneh kenapa sih, yang ada lo tu yang aneh.”
sahut Feby sedangkan Fikria hanya manggut-manggut saja dibelakang. Nella pun
bercerita panjang lebar tentang mimpinya semalam. Berharap kedua sahabatnya
menanggapi ini dengan serius.
“Namanya mimpi itu bunga tidur. Sudah
gak usah difikirin. Mungkin gara-gara elo terlalu mikirin cowok di persimpangan
itu jadi elo mimpiin dia.” komentar Feby yang sebenarnya tidak diinginkan
Nella. Menurutnya mimpi tadi malam bukan lah hanya bunga tidur tapi ada sesuatu
lain yang masih jadi misteri.
“Iya benar itu yang dibilang Feby. Sudah
enjoy saja jangan difikirin. Terus masalah lelaki itu bagaimana sekali-sekali
lo temuin. Biar lo tau dia itu siapa.” Kini giliran Fikria yang berkomentar.
Nella menengadahkan kepalanya, sedikit berfikir. Ucapan terakhir Fikria ada benarnya
ia harus bertemu dengan lelaki tersebut.
“Nanti pulang sekolah gue bakal mampir
di fotocopy tersebut. Lo berdua temenin gue yah?” Nella beranjak dari bangkunya
dan membalikkan tubuhnya menghadap kedua sahabatnya.
“Kok kita berdua ikut-ikutan sih? Kita
kan beda arah sama rumah lo.” sahut Feby diikuti dehem-an Fikria.
“Elo kan sahabat gue? kalian tega gue
sendirian pecahin masalah ini.” Nella merajuk dan meloyor pergi meninggalkan
kedua sahabatnya.
“Eh eh tuh kan kayak anak bocah ngambek.
Iya kita bantuin kok, kan best friend together.” Fikria segera
mengekor Nella diikuti dengan Feby.
“Jangan ngambek dong Nella cantik. Oke
nanti pulang sekolah kita beraksi seperti detekti untuk mencari cowok yang
sudah buat sahabat gue gila kayak gini.” Ucap Fikria sambil memincingkan
matanya yang lucu. Kemudian Feby dan Nella pun tertawa.
*****
Bel istirahat berbunyi semua murid
berhamburan keluar kelas. Nella, Feby dan Fikria pun keluar menuju toilet
wanita. Pelajaran PKN tadi membuatnya ngantuk bahkan hampir tertidur. Bukanya
hanya Nella tapi satu ruang kelas matanya berkunang-kunang menahan kantuk. Pak
Suryadi yangt mengajar seperti mendongeng sehingga menina-bobokan seisi ruang
kelas. Sampai ditoilet wanita Nella hendak mencuci muka. Dibasuhnya wajah
mulusnya dengan air dari wastafel. Tubuh Nella terpantul dicermin sangat
berantakan. Kantung matanya membesar, efek tidak bisa tidur semalam. Rambutnya
acak-acakan tergurai tidak teratur.
“Nell, hari ini lo kenapa sih muka lo
kusut, rambut acak-acakan, dikelas nguap melulu.” Ujar Fikria menatap Nella
dicermin.
“Kan sudah gue bilang ini gara-gara
mimpiin cowok dipersimpangan itu. Makanya gue minta tolong sama kalian berdua
buat mencari tau siapa dia.” ucap Nella sambil menyisir rambutnya dengan cari
tangan.
“Tapi apa nanti kita bakal ketemu cowok
itu? Kita kan gak tahu rumahnya dimana.” ucap Feby yang mematahkan semangat
Nella.
“Iya juga sih terus gimana dong?” tanya
Nella yang sambil berbalik badan memunggungi cermin.
Kedua sahabatnya diam berfikir. Seketika
toilet wanita hening karena hanya Nella dan kedua sahabatnya saja yang ada
disini.
“Kalian kelamaan mikirnya, yasudah nanti
pulang sekolah kita jadi ke persimpangan itu. Nanti gue coba tanya sama yang
punya kios fotocopy, cowok itu kan setiap pagi berada disana. Siapa tau dia
anak, atau saudaranya yang punya kios fotocopy tersebut.” celoteh Nella
bersemangat. Kedua sahabatnya hanya menganguk meng-iya-kan.
Setelah mereka bertiga fix dengan
rencananya. Mereka keluar toilet hendak kekelas karena sebentar lagi bel masuk
kelas berbunyi.
*****
Mereka bertiga sampai di persimpangan
jalan. Tepat didepan kios fotocopy tersebut. Namun tidak terlihat lelaki yang
cari. Nella, Fikria, dan Feby seperti anak hilang berdiri dipinggir jalan.
Tidak tahu harus ngapain.
“Kan sudah sampai didepan fotocopy,
terus kenapa kita masih diam disini Nell? Katanya elo mau tanya sama pemilik
kios fotocopy itu.” tanya Feby.
“Tapi gue malu Feb, gimana gue mulai
tanyanya yah” sahut Nella.
“Yaudah begini saja, nanti gue pura-pura
beli sesuatu. Nah elo sekalian tanya tentang laki-laki yang biasa setiap pagi
berdiri disini.” ujar Fikria memberi ide cermelang. Mereka melangkah bersamaan
kedalam kios fotocopy tersebut. Mata Nella menerawang sekelilingan. Ia
mendengar seperti ada yang memanggilnya sayup-sayup.
“Eh kalian disini dulu yah. Beli apa
gitu supaya gak bengong. Nah gue mau kesana dulu.” ucap pelan Nella sambil
menunjuk samping kios fotocopy ini.
“Elo ngapain kesana? Bukannya elo mau
tanya sama pemilik kios fotocopy ini.” Feby menggaruk-garuk kepalanya tidak
gatal. Ia bingung dengan tingkah aneh Nella.
“Iya nanti gue tanyanya. Sekarang elo
pura-pura beli apa dulu. Oia elo beli kertas karton saja buat praktek seni
budaya. Gue mau kesana dulu, kalian jangan ikut. Ini penting.” ucap Nella.
Kedua temannya mengikuti saja kemauan Nella. Walaupun Fikria dan Feby tidak mengerti apa yang hendak dilakukan Nella disamping kios ini. Nella melangkah mebcari sumber suara yang memanggilnya. Suara itu membimbing Nella kesamping tembok kios. Rasa takut bercampur penasaran menjalar dari kepala sampai kaki. Disana ia melihat lelaki berdiri membelakanginya. “Siapa laki-laki itu? Apa dia yang memanggil aku tadi. Tapi kenapa dia tahu nama aku?” gumam Nella sendiri. Nella melangkahkan kaki mendekati lelaki tersebut. Kini ia telah berhadapan lekat dengan laki-laki tersebut. Namun lelaki tersebut masih membelakangi. Dengan penuh keberanian Nella ingin menyentuh pundak lelaki tersebut. Tapi sebelum tanggannya menyentuh pundak lelaki tersebut membalikkan badan. Kaget tidak percaya ternyata lelaki dihadapannya adalah lelaki yang selama tiga hari ini dilihatnya. Iyah, laki-laki yang ada dimimpinya tadi malam dan membuat hari-hari Nella menjadi aneh. Keringat mulai bercucuran, hawa dingin bercampur aneh merasuk sampai ketulang, wajah pucat yang selama ini membuat ia penasaran kini hanya beberapa centi dari wajahnya. Itu membuat dirinya bergidik merinding.
Kedua temannya mengikuti saja kemauan Nella. Walaupun Fikria dan Feby tidak mengerti apa yang hendak dilakukan Nella disamping kios ini. Nella melangkah mebcari sumber suara yang memanggilnya. Suara itu membimbing Nella kesamping tembok kios. Rasa takut bercampur penasaran menjalar dari kepala sampai kaki. Disana ia melihat lelaki berdiri membelakanginya. “Siapa laki-laki itu? Apa dia yang memanggil aku tadi. Tapi kenapa dia tahu nama aku?” gumam Nella sendiri. Nella melangkahkan kaki mendekati lelaki tersebut. Kini ia telah berhadapan lekat dengan laki-laki tersebut. Namun lelaki tersebut masih membelakangi. Dengan penuh keberanian Nella ingin menyentuh pundak lelaki tersebut. Tapi sebelum tanggannya menyentuh pundak lelaki tersebut membalikkan badan. Kaget tidak percaya ternyata lelaki dihadapannya adalah lelaki yang selama tiga hari ini dilihatnya. Iyah, laki-laki yang ada dimimpinya tadi malam dan membuat hari-hari Nella menjadi aneh. Keringat mulai bercucuran, hawa dingin bercampur aneh merasuk sampai ketulang, wajah pucat yang selama ini membuat ia penasaran kini hanya beberapa centi dari wajahnya. Itu membuat dirinya bergidik merinding.
“Kamu mencari aku?” suara berat agak
serak terdengar dari bibir lelaki yang ada dihadapannya.
“Eee….eee…” Nella hanya dapat bergumam,
lidahnya keluh. Ia menelan air liurnya untuk menetralkan rasa takut. Ia bingung
kenapa lelaki ini bisa tahu tujuannya datang kesini.
Lelaki tersebut tersenyum, senyum yang
manis menghias dibibir pucatnya. Wajahnya tampan, memang sangat tampan.
Rahangnya tirus, hidungnya macung dengan garis yang ramping, sepasang mata
hitam bulat yang menusuk dan dilengkapi alis tebal membuat sorot matanya makin
tajam. Sungguh apik. Tapi kenapa Nella takut memandang wajahnya bahkan
merinding jika menatap sepajang bola matanya.
“Kenapa kamu tau, memang kamu….” Belum
selesai Nella bicara.
“Aku Satria, kamu pasti Nella” Lelaki
tersebut memotong ucapan Nella. Nella semakin bingung kenapa lagi-lagi dia tau
apa yang ada difikirannya. Tadinya Nella ingin bertanya siapa dia tapi sebelum
ucapannya selesai lelaki itu sudah menjawabnya. Terlebih kenapa dia tau nama
Nella padahal baru kali ini mereka bertemu. Nella mencoba mencubit lengannya
sendiri, mungkin ini hanya mimpi. “aww..” ia meringis pelan. Ternyata ini bukan
mimpi ini nyata.
“Kok kamu tau? Sebenarnya kamu ini siapa
kenapa kamu tau semua yang ada difikiran aku.” tanya Nella ketakutan.
“Karena hanya kamu yang dapat membantu
aku.”
“Bantu? Aku bantu apa?” Nella semakin
tidak mengerti apa yang terjadi.
“Nella…. Nella…” teriak Fikria beberapa
langkah dibelakang Nella. Ia pun berbalik badan menghampiri Fikria.
“Fik, gue sudah ketemu orangnya.
Ternyata namanya Satria itu orangnya ada dibelakang.” Nella dengan semangat
menarik pergelangan tangan Fikria, namun ia kaget setelah melihat ke belakang
kalau Satria sudah tidak ada. Dicarinya lelaki tersebut tapi tetap tidak ada.
“Satria…satriaaa. Kamu dimana? Kok
ngehilang gitu saja sih?” berkali-kali nama Satria dipanggil namun ia tidak
menampakkan diri.
“Uuughhh gak sopan masa pergi gitu
saja.” Dengus kesal Nella. Sedangkan Fikria masih bengong melihat tingkah
Nella.
“Tadi itu Satria ada disini Fik, beneran
gue gak bohong. Malah tadi sempat mengobrol sedikit. Mungkin dia malu kali ada
elo yah.” Nella masih mencoba meyakinkan Fikria kalau tadi ia benar bertemu
dengan lelaki yang selama ini membuat Nella penasaran.
“Nell, kok sakit yah? Jelas-jelas tadi
gue cuma melihat elo disini sendiri. Cuma sendirian. Makanya gue panggil elo
karena ada yang gak beres, elo ngomong sendiri.”
“Enggak Fik, gue tadi disini bareng
Satria.” Nella tetap kekeuh tak mau kalah.
“Yaudah kita pulang saja yuk, biar elo
istirahat.” Ajak Fikria lembut, ia masih pengertian dengan kondisi sahabatnya
yang begini. Mungkin pikir Fikria, Nella hanya frustasi dengan sosok lelaki
misterius itu. Nella menurut saja, kepalanya linglung dan tubuhnya lemas.
“Fik, Nella kenapa? Kok dia begini?”
ucap Feby yang sedari tadi menunggu kedua sahabatnya di bangku panjang depan
kios fotocopy. Feby ikut memegangi tubuh Nella yang lemas. Lalu membuka tasnya
mengambil air mineral sisa disekolah tadi. Beberapa tegukkan air dapat sedikit
menyegarkan tenggorokkan Nella. Ia berdiri tegap menuju meja etalase disana
berdiri seorang bapak-bapak berusia kira-kira 40 tahun yang sedang
merapihkan barang-barang dagangannya.
“Permisi pak, saya mau tanya disini ada
yang namanya Satria gak? Wanak SMA?” tanya Nella menuntaskan hasrat
penasarannya.
“Disini gak ada yang namanya Satria
neng.” jawab bapak itu dan kembali menyapukan kemoceng dimeja etalasenya.
“Serius pak? Kalau tetanggga disekitar
sini gak ada yang namanya Satria.” Nella bertanya lagi sebab belum puas.
“Iya neng, saya sudah tingggal disini
kira-kira 10 tahun masa saya tidak peka sam lingkungan disini. Pasti saya tau
tetangga-tetangga saya neng.” jawab pemilik fotocopy itu lagi. Tiba-tiba Nella
teringat mimpinya semalam. Kecelakaan, lelaki itu, mungkin ada kaitannya disini
pikir Nella.
“Pak disini pernah terjadi kecelakaan
gak? Yang korbannya anak sekolah?”
Setengah berfikir bapak pemilik fotocopy
itu seperti mengingat sesuatu. “Pernah neng, baru empat hari yang lalu terjadi
kecelakaan tepat didepan sini. Seorang pengendara motor kalau tidak salah motor
ninja merah tewas terlindas truk tronton badannya remuk. Naasnya ternyata
korbannya itu anak SMA. Seragam putih abu-abu yang dipakainya darah semua sampai
merembas pokonya ngeri neng ngelihatnya.” Setelah mendengar cerita dari bapat
tersebut tubuh Nella sempoyongan. Kedua sahabatnya yang melihat langsung
memapah agar Nellla tidak tumbang.
“Nell, lo kenapa nel?” Feby
mengusap-usap kening Nella ia sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.
“Fik, Feb, antar gue pulang yah. Gue gak
kuat.” Suara Nella melamah.
*****
Nella tidak bisa tidur, dari tadi ia
hanya membalik-balik badannya saja samapi seprei dan selimutnya berantakan. Ia
masih tidak percaya dengan hari ini. Apalagi ditambah kenyataan kalau ternyata
lelaki di persimpangan yang setiap pagi dilihatnya ketika berangkat sekolah
ternyata adalah hantu. Satria, ternyata satri itu sudah meninggal. Mimpi
buruknya kemarin malam ternyata adalah peristiwa nyata kecelakaan Satria.
Kecelakaan tersebut terjadi empat hari lalu, sekarang hari Kamis berarti
kecelakaan tersebut terjadi hari Senin. Dan saat pertama kali Nella melihat
Satria itu hari Selasa. Berarti dari awal Nella hanya melihat hantu.
“Aaaaaarrrgggg ! kenapa ini harus
terjadi sama aku. Kenapa harus aku Ya Allah? Apa maksud dari semua ini. Aku
bertemu hantu, memimpikan hantu, dan berbicara dengan hantu? apa aku sudah
gila.” Nella mengutuki dirinya sendiri. Ia menarik nafas pajnag dan
menghembuskan dengan keras. Lalu mencoba memejamkan matanya agar tertidur.
Tiba-tiba terdengar suara yang entah dari mana asalnya. Jantung Nella berpacu
sangat cepat, keringat dingin mengalir, diikuti bulu kuduk yang merinding. Ia
menutup wajahnya dengan bantal lalu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
““Karena hanya kamu yang dapat membantu aku.”
*Mohon maaf kalau banyak kesalahan dalam kata, tanda baca, EYD. Karna masih tahap belajar dan terus belajar