Minggu, 01 Desember 2013

Kasih Ibu Sepanjang Masa

Diposting oleh Unknown di 22.00
Kata mereka diriku slalu dimanja
Kata mereka diriku slalu dtimang


Nada nada yang indah

Slalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku
Takkan jadi deritanya


Tangan halus dan suci

Tlah mengangkat diri ini
Jiwa raga dan seluruh hidup
Rela dia berikan


Oh bunda ada dan tiada dirimu

Kan slalu ada di dalam hatiku...

Kalian pasti pernah mendengar lirik lagu yang diatas kan? Yups lirik lagu Bunda ciptaan Melly Goeslaw. Lagu yang sangat menyentuh bahkan membuat kita meneteskan air mata. Lirik yang menceritakan ketulusan dan cinta kasih seorang Ibu. Tidak ada yang dapat mengalahkan tulusnya cinta seorang ibu. 

Saat ibu mengandung kita selama sembilan bulan slalu membawa perut besarnya kemana ia pergi tanpa mengeluh. Berjuang setengah mati saat melahirkan menahan sakitnya dan lelahnya mengedan. Untuk mendengar tangisan pertama buah hatinya. Setelah lahir Ibu dengan hangatnya memeluk tubuh kita. Bahkan ibu tidak pernah marah bila tidur nyenyaknya dibangunkan oleh tangisan nakal kita. Mengganti popok kita yang basah, menyusui kita ketika lapar. Mengajarkan kita berjalan, berbicara ibu pun ikhlas merawat kita dengan penuh kasih sayang.





Lalu ingatkah kita pada hari pertama kita masuk sekolah?
Setiap pagi dengan suara lembutnya ibu membangunkan kita, memandikan kita, menyuapi kita dan mengantarkan kita sampai sekolah.
Ibu pun tidak akan pulang ia dengan sabar menunggu kita dari balik jendela kelas melihat anaknya belajar membaca dan berhitung



Saat kita beranjak remaja. Kita bersenang- senang di luar sana sampai pulang larut malam. Ibu mulai cerewet, cemas, dan mengkhawatirkan keadaan kita. Namun ibu slalu berusaha menyayangi dan mempercayai kita. Seorang ibu mendoakan dan mengingat anaknya tiap hari, menit, bahkan tiap detik, dan ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun atau pada hari-hari tertentu saja.

Ada kisah tentang sebuah Pohon Apel yang dapat kita pahami tentang arti cinta seorang Ibu.





Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.




Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.


Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.






Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.

Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”

Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang……… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”

Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.




Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.

Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel.


Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.


Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel.



Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.





Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.

Ayo bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel. “Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?


Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.” Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.




 Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” Kemudian anak laki-laki itu menjawab, “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu.”




Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel. “Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu. “Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. “Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.” “Oooh, bagus sekali.





 "Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.


Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu telah meninggal, karena Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.
Kita semua terlahir dari rahim ibu, ibu yang dengan tulus ikhlas mengandung merawat dan membesarkan kita hingga sekarang kita menjadi seperti ini. Coba saja kalo ibu kita tidak ikhlas mungkin kita sudah di aborsi. Ketika kecil kita sakit beliau merawat kita, ketika kita belum bisa berjalan, beliau menuntun kita, ketika kata belum terucap beliau membimbing kita. Siapapun ibu kita entah renta atau masih muda, entah masih bersama kita ataupun sudah tiada, mari kita ucapkan terima kasih pada beliau, mari kita kasihi beliau sebagaimana kita dulu beliau kasihi, Ya Tuhanku berikanlah kesehatan dan kesaabaran bagi ibuku tersayang.

Olivia Resty Amallia :) 

Tugas softskill Manusia dan Cinta Kasih.



0 komentar:

Posting Komentar

 

Olive's Blog Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review