I.
Pengertian Client Centered / Person
Centered
Carl R. Rogers mengembangkan terapi
clien centered / person centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya
keterbatasan- keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya,
pendekatan client centererd adalah cabang dari terapi humanistik yang menggaris
bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya.
Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan
klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
Menurut Rogers yang
dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa:’ terapi client centered merupakan
tekhnik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien
dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah
mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai
partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang
memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri.
Sedangkan menurut Prayitno dan Erman Amti
terapi client centered adalah klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan,
perasaan dan pikiran- pikirannya secara bebas. Pendekatan ini juga mengatakan
bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan
mampu mengatasinya maslah sendiri.
Jadi
terapi client centered adalah terapi yang berpusat pada diri klien, yang mana
seorang konselor hanya memberikan terapi serta mengawasi klien pada saat
mendapatkan pemberian terapi tersebut agar klien dapat berkembang atau keluar
dari masalah yang dihadapinya.
II.
Perilaku Bermasalah dalam Terapi Client Centered
Klien memiliki
kemampuan untuk menjadi sadar atas maslah masalahnya serta cara- cara
mengatasinya. Kepercayaana di letakkan pada keasanggupan klien untuk
mengarahkan dirinya sendiri. Kesehatan mental adalah keselarasan antara diri
ideal dengan diri riil. Pribadi yang penyesuaiannya baik sangat erat
hubungannya dengan pengalaman individu, yaitu segenap pengalamannya
diasimilasikan dan disadari ke dalam hubungan yang selaras dengan konsepsi
self. Sebaiknya, penyesuaian psikologis yang salah terjadi apabila konsepsi
self menolak menjadi sadar pengalaman, yang selanjutnya tidak dilambangkan dan
tidak diorganisasikan ke dalam struktur self secara utuh.
Menurut Rogers, pembentukan self berhubungan
dengan pengalamannya. Hubungan self dengan pengalaman seseorang pada dasarnya
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Kongruensi, pengalaman
yang sesuai dengan self 2. Tidak kongruensi, pengalaman yang tidak sesuai
dengan self 3. Self yang tidak memiliki hubungan dengan pengalaman
III.
Tujuan Terapi Client Centered / Person
Centered
Tujuan
dasar dari layanan client centered yaitu sebagai berikut:
1. Keterbukaan
kepada pengalaman.
2. Keterbukaan pada pengalaman perlu memandang
kenyataan tanpa mengubah empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami
kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada
persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
3. Kepercayaan
terhadap organisme sendiri salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam
membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Pada tahap permulaan terapi,
kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan terhadap putusan- putusannya
sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawabanjawaban dari
luar kairena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan dirinya untuk
mengarahkan hidupnya sendiri.
4. Tempat
evaluasi internal Tempat evaluasi internal yang berkaitan dengan kepercayaan
diri, berrati lebih banyak mencari jawaban- jawaban pada diri sendiri bagi
masalah- masalah keberadaannya. Dia menetapkan standar- standar tingkah laku
dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan- putusan dan pilihan-
pilihan bagi hidupnya.
5. Kesediaan
untuk menjadi suatu proses Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang
merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting.
Meskipun klien boleh jadi menjalani terapi untuk sejenis formula untuk
membangun keadaan berhasi dan berbahagia, mereka menjadi sadar bahwa
pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan.
IV.
Peran konselor dalam terapi Client Centered/
Person Centered
Dalam
pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam
memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan,
perasaan dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan
oleh klien. Agar peran ini dapat dipertahankan dan tujuan konseling dapat
dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang mampu
menumbuhkan hubungan konseling. Selain peranan di atas, peranan utama konselor
adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang ada pada dasarnya ada
pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan jalan menciptakan
hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana seperti itu konselor merupakan “agen
pembangunan yang mendorong terjadinya perubahan pada diri klien tanpa konselor
sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses perubahan tersebut.
V.
Prosedur dalam terapi Client- Centered /
Person Centered
Tahapan
konseling berpusat pada person menurut Boy dan Pine (1981) jika dilihat dari
apa yang dilakukan konselor dapat di buat dua tahap. Pertama, tahap membangun
hubungan terapeutik, menciptakan kondisi fasilitatif dan hubungan yang
subtantif seperti empati, kejujuran, ketulusan, penghargaan dan positif jtanpa
syarat. Tahap Kedua, tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan efektifitas
hubungan disesuaikan dengan kebutuhan klien. Sedangkan jika dilihat dari segi
pengalaman klien dalam proses hubungan konseling dapat di jabarkan bahwa proses
konseling dapat di bagi menjadi empat tahap, yaitu:
1. Klien datang ke konselor dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri tidak baik.
1. Klien datang ke konselor dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri tidak baik.
2.
Saat klien menjumpai konselor dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan,
jawaban atas permasalahan yang hsedang dialami, dan menemukan jalan atas
kesulitan- kesulitannya.
3.
Pada awal konseling klien menunjukkan perilaku, sikap, dan perasaannya yang
kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada konselor secara permukaan
dan belum menyatakan pribadi yang dalam.
4.
Klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku yang kaku, membuka diri terhadap
pengalamannya, dan belajar untuk bersikap lebih matang dan lebih
teraktualisasi, dengan jalan menghilangkaln pengalaman yang dialaminya.
Klien
datang kepada konselor dengan mimik wajah yang sangat kusam, takut, pakaian
keadaan tidak rapi. Seakan-akan masalah yang dihadapinya sangat besar. Klien
datang kepada konselor dan mempunyai harapan dapat memperoleh bantuan, kemudian
konselor memberikan alternative bantuan antara lain bimbingan konseling
individu, konseling behavior, dan terapi client centered. Dari beberapa
alternative bimbingan yang diberikan maka alternative yang cocok diberikan
kepada konseli adalah terapi client centered karena sesuai dengan masalah yang
dialami klien. Pada saat awal proses konseling konseli datang dengan sikap yang
ragu- ragu, takut. Pada saat konseli ditanya oleh konselor maka jawaban yang
diberikan oleh konseli belum bisa berterus terang, sehingga membutuhkan waktu
untuk selanjutnya, dan usaha yang dilakukan oleh konselor adalah menanamkan
kepada konseli. Pada tahap terapi yang terakhir ini konseli mulai menghilangkan
sikap takut, dan ragu- ragu. Sehingga konseli sudah mulai terbuka didepan
konselor tentang permasalahan yang dialaminya, dan konseli mulai menceritakan
hal- hal dengan permasalahan yang dihadapi.
VI.
Ciri- ciri terapi Client- Centered / Person
Centered
Ciri- ciri konseling
berpusat pada person sebagai berikut:
1. Focus utama adalah kemampuan individu memecahkan
masalah bukan terpecahnya masalah
2. Lebih mengutamakan
sasaran perasaan dari pada intelek
3. Masa kini lebih
banyak diperhatikakn dari pada masa lalu
4. Pertumbuhan
emosional terjadi dalam hubungan konseling
5. Proses terapi merupakan penyerasian antara
gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya
6.Hubungan konselor dank lien merupakan situasi
pengalaman terapetik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang
integral dan mandiri.
7.
Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif.
VII.
Tekhnik terapi Client- Centered / Person
Centered
Secara garis besar tekhnik terapi
Client- Centered yakni:
a) Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi.
b) Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka, yang menyakinkan konseli dia diterima dan dipahami. Konselor memungkinkan konseli untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya.
sumber :
Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Prayitno & Erman Amti, (2004). Dasar- Dasar Bimbingan Konseling. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya
Winkel, W.S. (2007) Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta : PT Grasindo