Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera bagi para pembaca
Pada tulisan kali ini saya akan membahas
tentang Terapi Humanistik Eksistensial. Tulisan ini bertujuan untuk memenuhi
tugas softskill mata kuliah Psikoterapi semester 6 untuk minggu kedua. Dalam
tulisan ini sebelum masuk ke inti pembahasan terapi humanistik nya, saya akan
membahas sedikit riwayat sang tokoh yaitu Carl Roger dan teori-teorinya dalam
Psikologi Humanistik. Materi tulisan ini saya dapatkan dari beberapa sumber
yang jelas seperti dari modul kuliah dan beberapa jurnal. Selamat membaca,
semoga bermanfaat
Sejarah
dan riwayat Carl Rogers.
Carl Ransom Rogers
lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios, Chicago. Pada tahun
1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi dari Columbia University
dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis pada tahun
1931. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical
Treatment of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai
profesor pada fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942,
Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society.
Carl
Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu
individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien
sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas
terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers,
teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting
dalam melakukan treatment kepada klien. Hasil karya Rogers yang paling terkenal
dan masih menjadi literatur sampai hari ini adalah metode konseling yang
disebut Client-Centered Therapy. Dua buah bukunya yang juga sangat terkenal
adalah Client-Centered Therapy(1951) dan On Becoming a Person (1961).
Asumsi-asumsi dasar dari teori
humanistikmeliputi dua asumsi besar yaitu kecenderungan formatif dan kecenderungan
mengaktualisasi diri. Kecenderungan formatif merupakan kecenderungan terhadap semua hal, baik organis maupun anorganis untuk
berkembang dari suatu bentuk yang sederhana menuju yang lebih kompleks. Kecenderungan
mengaktualisasi merupakan kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak
menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya (J Feist dan Gregory J.
Feist, (2008;273). Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk
menyelesaikan masalahnya. Kecenderungan ini satu-satunya motif yang dimiliki
manusia. Kebutuhan untuk memuaskan rasa lapar, mengekspresikan emosi-emosi
mendalam yang dirasakan, dan menerima diri seseorang.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat
adalah aktualisasi diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi
dikontrol oleh peristiwa kanak–kanak. Rogers lebih melihat pada masa sekarang,
dia berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana
seseorang memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya.
Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi
pada waktu itu. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan
mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi psikologis yang unik. Aktualisasi
diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya
dalam masa kanak-kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan
perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi)
seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke
psikologis.
Pengertian :
Menurut Gerald Corey terapi
eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan
kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap
kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia
bertanggung jawab atas dirinya. Selanjutnya menurut Kartini kartono dalam kamus
psikologinya mengatakan bahwa terapi eksistensial humanistik adalah salah satu
psikoterapi yang menekankan pengalaman subyektif individual kemauan bebas,
serta kemampuan yang ada untuk menentukan satu arah baru dalam hidup.
Terapi
Eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini adalah
suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia dan sistem
tehnik-tehnik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Eksistensial humanistik
berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi - potensi yang baik
minimal lebih banyak baiknya dari pada buruknya. Terapi eksistensial humanistik
memusatkan perhatian untuk menelaah kualitas-kualitas insani, yakni sifat-sifat
dan kemampuan khusus manusia yang terpateri pada eksistensial manusia, seperti
kemampuan abstraksi, daya analisis dan sintesis, imajinasi, kreatifitas,
kebebasan sikap etis dan rasa estetika.
Tujuan :
Tujuan
mendasar eksistensial humanistik adalah membantu individu menemukan nilai,
makna, dan tujuan dalam hidup manusia sendiri. Juga diarahkan untuk membantu
klien agar menjadi lebih sadar bahwa mereka memiliki kebebasan untuk memilih
dan bertindak, dan kemudian membantu mereka membuat pilihan hidup yang
memungkinkannya dapat mengaktualisasikan diri dan mencapai kehidupan yangb
bermakna.
Fungsi dan Peran Terapis:
Dalam pandangan eksistensialis tugas
utama dari seorang terapis adalah mengeksplorasi persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan ketakberdayaan, keputusasaan, ketakbermaknaan, dan kekosongan
eksistensial serta berusaha memahami keberadaan klien dalam dunia yang
dimilikinya. Memandang bahwa tugas terapis bukanlah untuk merawat atau
mengobati pasien, akan tetapi diantaranya adalah membantu klien agar menyadari
tentang apa yang sedang mereka lakukan, dan untuk membantu mereka keluar dari
posisi peran sebagai korban dalam hidupnya dalam keberadaanya di dunia. “Ini adalah saat ketika pasien melihat dirinya
sebagai orang yang terancam, yang hadir di dunia yang mengancam dan sebagai
subyek yang memiliki dunia”. Frankl (1959), menjabarkan peran terapis bukanlah
menyampaikan kepada klien apa makna hidup yang harus diciptakannya, melainkan
mengungkapkan bahwa klien bisa menemukan makna, bahkan dari penderitaan. Dengan
pandangannya itu Frankl bukan hendak menyebarkan aroma yang pesimistik dari
filsafat eksistensial, melainkan mengingatkan bahwa penderitaan manusia
(aspek-aspek tragis dan negatif dari hidup ) bisa diubah menjadi prestasi
melalui sikap yang diambilnya dalam menghadapi penderitaan itu. Frankl juga
menekankan nbahwa orang-orang bisa menghadapi penderitaan, perasaan berdosa, kematian,
dan dalam konfrontasi menantang penderitaan, sehingga mencapai kemenangan.
Ketidak bermaknaan dan kehampaan eksistensial adalah masalah-masalah utama yang
harus dihadapi dalam proses terapiutik.
Proses Terapi Eksistensial Humanistik :
Terapis eksistensial
mendorong kebebasan dan tanggung jawab, mendorong klien untuk menangani
kecemasan, keputusasaan, dan mendorong munculnya upaya-upaya untuk membuat
pilihan yang bermakna. Untuk menjaga penekanan pada kebebasan pribadi, terapis perlu
mengekspresikan nilai-nilai dan keyakinan mereka sendiri, memberikan arahan, menggunakan
humor, dan memberikan sugesti dan interpretsai dan tetap memberikan kebebasan
pada klien untuk memilih sendiri manakah diantara alternatif-alternatif yang
telah diberikan. Untuk dapat memahami sepenuhnya perasaan dan pikiran terapis tentang
isu-isu kematian, isolasi, putus asa dan rasa bersalah, terapis perlu
melibatkan dirinya dalam kehidupan klien. Untuk mencapai kondisi seperti itu,
terapis harus mengkomunikasikan empati, respek, atau penghargaan, dukungan,
dorongan, keterbukaan, dan kepedulian yang tulus. Sepanjang proses terapi,
terapis harus mendengarkan dengan sungguh-sungguh sehingga mereka dapat memahami
pandangan-pandangan terapis kemudian membantunya mengekspresikan
ketakutan-ketakutannya dan mengambil tanggung jawab bagi kehidupannya sendiri.
Teknik utama
eksistensial humanistik pada dasarnya adalah penggunaan pribadi terapis dan
hubungan terapis-klien sebagai kondisi perubahan. Namun eksistensial humanistik
juga merekomendasikan beberapa teknik (pendekatan) khusus seperti menghayati
keberadaan dunia obyektif dan subyektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik
( suatu bentuk interpretasi dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi
simbolik dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran yang lebih tinggi,
pengungkapan makna, dan pertumbuhan pribadi). Pada saat terapis menemukan keseluruhan
dari diri klien, maka saat itulah proses terapeutik berada pada saat yang
terbaik. Penemuan kreatifitas diri terapis muncul dari ikatan saling percaya
dan kerjasama yang bermakna dari klien dan terapis.
Proses terapis oleh para
eksistensial meliputi tiga tahap :
1. Tahap pertama, terapis membantu klien
dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien
diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Terapis
mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka
dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
2. Pada tahap kedua, terapis didorong agar bersemangat untuk lebih dalam
meneliti sumber dan otoritas dari system mereka. Semangat ini akan memberikan
klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
3. Tahap ketiga berfokus pada untuk bisa
melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong
untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya
akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki
tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk
membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas
penggunaaan kebebasan pribadinya.
Sumber :
·
Ratu, B. (2014). “Psikologi
Humanistik (Carl Rogers) dalam Bimbingan dan Konseling”. Jurnal FKIP
Universitas Tadulako. Vol. 17 No. 3. http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Kreatif/article/view/3349/2385
diakses pada tanggal 20 Maret pukul 09.17 WIB
·
http://digilib.uinsby.ac.id/10126/6/bab%202.pdf
Modul perkuliahan
PHDAN HUMANISTIK, A MASLOW - modul.mercubuana.ac.id
0 komentar:
Posting Komentar